
Yogyakarta — Tim peneliti dari Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada tengah mengembangkan sistem deteksi misinformasi kesehatan berbasis kecerdasan buatan yang mampu bekerja lintas platform media sosial. Penelitian ini dipimpin oleh Divi Galih Prasetyo Putri, Ph.D dan bertujuan untuk menghadirkan solusi atas penyebaran masif informasi palsu terkait kesehatan di berbagai kanal digital seperti Twitter (X), Facebook, dan TikTok.
Misinformasi kesehatan menjadi ancaman nyata yang memengaruhi pengambilan keputusan publik, mulai dari penolakan terhadap vaksin hingga penggunaan pengobatan tidak berbasis bukti ilmiah. Berangkat dari tantangan ini, tim peneliti melakukan perluasan dataset dari satu platform menjadi lintas platform, serta melakukan anotasi data secara manual oleh para ahli untuk menjamin akurasi labelisasi misinformasi.
“Selama ini, banyak model deteksi hanya efektif di satu platform saja. Padahal, penyebaran hoaks bisa melintasi berbagai media sosial dengan format dan gaya bahasa berbeda,” ujar Tim Peneliti. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, tim melakukan eksperimen dengan dua pendekatan: pelatihan model pada satu platform lalu diuji pada platform lain (cross-platform), serta pelatihan model dengan data gabungan dari semua platform.
Beragam model machine learning termasuk SVM, Random Forest, hingga model berbasis transformer seperti IndoBERT akan diuji untuk menentukan performa terbaik dalam mengklasifikasi konten misinformasi. Penelitian ini tidak hanya menghasilkan model deteksi, tetapi juga dataset misinformasi kesehatan berbahasa Indonesia yang dapat menjadi sumber terbuka untuk penelitian lanjutan di bidang NLP dan AI. Secara strategis, hasil riset ini diharapkan mendukung upaya pemerintah, platform media sosial, dan organisasi kesehatan dalam meredam dampak misinformasi. Lebih jauh, proyek ini berkontribusi pada pencapaian SDGs, khususnya Tujuan 3 (Good Health and Well-being) dan Tujuan 9 (Industry, Innovation, and Infrastructure).