Dalam sebuah studi yang inovatif yang dilakukan di Departemen Teknik Elektro dan Informatika di Sekolah Vokasi UGM, ditemukan bahwa tembaga, logam yang relatif mudah didapatkan dan terjangkau, dapat membantu mengurangi emisi berbahaya dari mesin kendaraan bermotor, terutama selama fase “cold start” atau saat mesin pertama kali dinyalakan. Penelitian ini dilakukan dengan simulasi komputer menggunakan pemrograman Python3. Hasil yang diperoleh dapat berkontribusi pada pengurangan gas polutan sehingga menghasilkan udara yang lebih bersih untuk kesehatan yang lebih baik. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, yang berfokus pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua orang.
Mengapa Penelitian Ini Penting?
Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber polusi terbesar, karena mengeluarkan gas dan partikel polutan ke udara, termasuk nitrogen monoksida (NO). Ketika bereaksi dengan bahan kimia lain di udara, NO membentuk nitrogen dioksida (NO₂), yang jika terhirup bisa menyebabkan masalah pernapasan, memperburuk asma, dan memperparah penyakit jantung serta paru-paru. Karena itu, menjadi sangat relevan bagi kita untuk mencari cara mengurangi emisi ini.
Salah satu periode paling krusial ketika mobil mengeluarkan banyak NO adalah saat mesin pertama kali dinyalakan, sebelum mesin mencapai suhu optimal untuk beroperasi. Periode ini disebut periode cold start. Pada range waktu ini, konverter katalitik tradisional, alat untuk mengurangi emisi berbahaya yang terpasang pada kendaraan bermotor, tidak bekerja dengan baik karena konverter tersebut memerlukan suhu tinggi untuk berfungsi optimal. Berdasarkan hasil studi kami menggunakan model reaktor yang dikembangkan dengan pemrograman Python menunjukkan bahwa tembaga bisa menjadi bahan yang efektif untuk mengurangi emisi NO selama periode cold start ini, menjadikan tembaga sebagai kandidat yang menjanjikan untuk bahan utama atau pendukung dalam pembuatan konverter katalitik di masa mendatang, sehingga kendaraan bermotor dapat lebih ramah lingkungan bahkan sejak pertama kali dinyalakan.
Apa yang Ditemukan dalam Studi Ini?
Penelitian ini menggunakan simulasi komputer untuk memodelkan bagaimana katalis berbahan tembaga berinteraksi dengan NO pada berbagai suhu. Dengan menggunakan pemrograman Python, tim peneliti dapat memprediksi bagaimana tembaga dapat bertindak sebagai katalis. Penelitian tersebut berfokus pada bagaimana tembaga dapat membantu memecah dan mengkonversi NO menjadi gas yang tidak berbahaya seperti N₂ (gas nitrogen), terutama selama fase cold start ketika konverter katalitik tradisional tidak berfungsi dengan baik.
Berikut adalah beberapa temuan utama dari studi ini:
- Tembaga bekerja baik pada kondisi cold start: Ketika mesin mobil pertama kali dinyalakan, suhunya belum cukup panas untuk membuat konverter katalitik bekerja secara penuh. Pada saat itu, tembaga menunjukkan potensi sebagai bahan yang dapat membantu mengurangi emisi NO. Studi ini menemukan bahwa tembaga secara efektif dapat mengubah NO menjadi gas yang tidak berbahaya, menjadikannya pilihan yang baik untuk mengurangi polusi.
- Pada suhu tinggi, tembaga kurang efektif: ketika mesin mulai memanas dan mencapai suhu berkendara normal, efektivitas tembaga dalam mengurangi NO menurun dibandingkan dengan material katalitik tradisional seperti platinum dan palladium. Namun, karena tembaga bekerja sangat baik selama fase cold start, ini bisa menjadi tambahan yang berharga untuk konverter katalitik, terutama untuk mengurangi emisi ketika pengendalian polusi paling sulit dilakukan.
Sebagai kesimpulan, hasil penelitian ini tidak hanya menyoroti efektivitas tembaga dalam mengurangi emisi kendaraan tetapi juga menekankan pentingnya pendekatan interdisipliner dalam mengatasi masalah lingkungan. Dengan memanfaatkan teknologi komputasi, kita dapat bekerja menuju masa depan yang lebih bersih dan lebih sehat bagi semua.
Penelitian ini berkontribusi terhadap dua poin utama Sustainable Development Goals (SDGs). Pertama, SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, karena temuan ini berpotensi mengurangi emisi berbahaya dari kendaraan bermotor, khususnya nitrogen oksida (NO), yang dapat meningkatkan kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Kedua, SDG 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, karena penelitian ini mendorong pengembangan teknologi baru berbasis bahan yang lebih terjangkau seperti tembaga untuk diterapkan dalam konverter katalitik, meningkatkan inovasi di sektor otomotif.